isi blog

chados sangkek. Diberdayakan oleh Blogger.

Lencana Facebook

Pemerintah Indonesia paling alergi kalau persoalan Papua jadi bahan gunjingan Internasional, artinya domestifikasi persoalan Papua adalah bagian pokok dari strategi membendung campur tangan atau dukungan Internasional bagi Papua, Internalisasi Vs strategi domestifikasi persoalan Papua. Namun kenyataannya, meredam isu Papua tidak semudah membalik telapak tangan. Di satu sisi bagaikan bola salju yang menggelinding dari bukit yang tinggi, makin lama makin membesar. Tapi di sisi lain, isu ini bergerak dalam arah maju yang radial, dan menembus tembok-tembok nasional neggara ini.
 
Terutama terkait masalah HAM dan status politik Papua, termasuk dianggap mencampuri urusan Timor Timur sebelum merdeka. Peristiwa setahun yang lalu bisa dijadikan contoh, ketika 43 orang Papua memintah suaka politik ke Australia dan diterima, kelihatannya pemerintah Indonesia merasakan hal ini sebagai pukulan politik yang telak dan campur tangan yang menjengkelkan sehingga menyebabkan hubungan diplomatik kedua negara teramcam putus – sentimen anti negara Kangguru tersebut kembali ditiup dengan sangat kencang di Indonesia.
 
Tidak hanya itu, kedatangan Eni Faleomavaega, Conggresman yang getol persoalkan Papua, juga kedatangan dua Pelapor Khusus PBB (meski dengan porsi urusan yang berbeda) pun dapat ditebak cukup membuat muak pemerintah negara ini. Belum lagi ditambah dengan ulah sekian anggota Konggres AS yang beberapa bulan lalu meminta Pemerintah Indonesia membebaskan dua orang tapol, Filep J. S. Karma dan Yusak Pakage.

Beberapa hari belakangan ini, di media massa kembali ramai di bicarakan topik internalisasi persoalan Papua, terkait dengan momentum peluncuran kaukus kongres di Inggris. Namun terusterang merupakan hal yang membingungkan menurut hemat penulis jika menyaksikan sikap Pemerintah Indonesia bag orang kebakaran jenggot setiap kali mendengar persoalan (sejarah politik) Papua kembali diutak-atik, apalagi pada level intenasional. Bahkan  pernyataan pemerintah di media massa yang diikuti dengan langkah-langkah pihak keamanan bisa disimpulkan sebagai sikap yang paradoks. Di satu sisi pemerintah mengatakan bahwa “persoalan Papua sudah final” namun di sisi lain tindakan aparat keamanan menunjukan kekhawatiran – mungkin sikap waspada – berlebihan.

Lihat saja bagaimana reaksi pemerintah (khususnya TNI/Polri) di Jayapura terkait peluncuran kaukus kongres Internasional di Ingris baru-baru ini. Situasi tidak kondusif kembali mulai terasah terutama ketika apel gabungan TNI/Polri (Garnisun) diadakan, status siaga I diberlakukan dan rasia benda tajam dijalankan. Suhu politik-hankam menjelang tanggal 16 Oktober 2008 terasa meningkat. Tidak seperti biasanya,  suasana dua malam sebelum tanggal 16 tersebut, Kota Jayapura dan Abepura terasa sunyi dan mencekam meski belum larut.

Walaupun tidak mengetahui sejarah secara pasti, bagi seorang awam sekalipun, dengan melihat sikap (standar pengamanan) yang demikian, masuk akal saja bila klaim integrasi Papua ke dalam Indonesia atasnama Pepera yang bahkan telah dikuatkan oleh sebuah resolusi PBB sebagai dasar hukum Internasional patut dipertanyakan. Jika benar bahwa proses integrasi telah sesuai dengan standar-standar aturan mainnya, atau jika sejarah memang lurus, kenapa muncul kehawatiran yang berlebihan? Anehnya lagi, ada opini yang sengaja dimunculkan di media massa bahwa persoalan Papua adalah persoalan domestik Indonesia jadi tidak boleh ada campur tangan asing. Padahal jika memang telah disadari bahwa ada persoalan antar rakyat Papua dengan Pemerintah Indonesia, dan itu adalah persoalan domestik (yang umurnya tahunan), mengapa persoalan dimaksud tidak pernah mau dibicarakan dan diselesaikan secara damai, adil, jujur dan demokratis? Kenapa pemerintah Indonesia selalu menutup diri jika rakyat Papua mengajak pemerintah untuk berdialog?

Tidak perlu mengkambinghitamkan Inggris atas peluncuran kaukus kongres Internasional sama seperti praktek-praktek Cauvanis sebelumnya terhadap Asustralia, dengan mengeksploitasi perasaan nasionalisme sempit. Sudah jelas bagi semua pihak, dan kalau belum jelas perlu kami tegaskan lagi disini bahwa, persoalan Papua menyangkut tiga hal mendasar: sejarah integrasi yang kelam; tidak adanya penegakan dan penyelesaian masalah HAM; serta persoalan ketidakadilan sosial. Jika ada yang berfikir bahwa Otsus sudah menjawab persoalan Papua, maka perlu kami tegaskan disini bahwa kenyataannya tidak!

Otsus hanya sebuah upaya untuk menjawab persoalan ketidakadilan sosial, dan terbuka kemungkinan gagal. Penyelesaian Papua membutuhkan politikal wiil dan mensyaratkan sikap jujur, adil, dan demokratik. Tanpa adanya kemauan politik dan syarat-syarat tersebut untuk menyelesaikan Papua di lefel domestik, Papua akan tetap membara dan niscaya akan menemukan muara penyelesaian di tingkat Internasional.

0 Response to "Pemerintah Indonesia paling alergi kalau persoalan Papua jadi bahan gunjingan Internasional"

Posting Komentar

KO TITIP PESAN DI SINI

kawanku Terima kasih telah mengunjungi alamat apa kabar papua!

Lencana Facebook

Followers

Blog Archive

Blog Archive

Category

Lencana Facebook

Cs utbir

APA PILIHAMU TENGTAN BLOG INI

flagcounter

free counters

Cari Blog Ini

coba

Calendar




SMS GRATIS

Download

hit counter

Total Tayangan