KISAH TRIKORA DI BUMI TEMINABUAN ( SORONG SELATAN )
Bumi Teminabuan memang merupakan daerah yang mempunyai nilai historis tersendiri bagi bangsa Indonesia serta bagi Korpaskhas (waktu itu bernama PGT) pada khususnya, apalagi pelaku-pelaku sejarah yang masih dikaruniai umur panjang sampai sekarang ini. Bagi pelaku-pelaku sejarah sampai sekarang, mendengar “Teminabuan”, mereka sempat meneteskan air mata karena berbagai perasaan berbaur menjadi satu. Perasaan bangga, haru dan syukur menjadi satu ketika mereka mengenang kembali peristiwa-peritiwa yang dialami di daerah tersebut. Peristiwa heroik ini patut diteladani oleh generasi-generasi penerus.
Kisah nyata ini terjadi dalam rangkaian peristiwa ketika bangsa Indonesia merebut kembali wilayah Irian Barat (sekarang Irian Jaya) dari Belanda, peristiwa ini dikenal dengan nama Tri Komando Rakyat (Trikora). Trikora terjadi karena adanya gelagat Belanda yang tidak mau melepaskan Irian Barat. Sehingga dalam suatu rapat raksasa tanggal 19 Desember 1961 di alun-alun Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan “Tri Komando Rakyat” kepada seluruh rakyat Indonesia.
Adapun tiga maklumat yang disampaikan oleh Presiden Soekarno ketika itu adalah :
1.Gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Kolonial.
2.Kibarkan sang merah putih di Irian barat tanah air Indonesia.
3.Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air Indonesia
Setelah adanya Instruksi Presiden tersebut, pada tanggal 2 Januari 1962 Presiden mengeluarkan Keputusan Nomor I/1962 yang isinya adalah memerintahkan pembentukan Komando Mandala (KOLA) untuk membebaskan Irian Barat. KOLA ini dipimpin oleh Mayjen Soeharto (Mantan Presiden RI kedua) sebagai panglima KOLA yang kedudukannya berada langsung di bawah Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat (Pangbes KOTI/Permibar) yang dirangkap oleh Presiden Soekarno.
Operasi yang dilakukan bersifat gabungan, sehingga di dalam KOLA terdapat komponen-komponen yang terdiri dari Agkatan Darat Mandala (ADLA), Angkatan Laut Mandala (ALLA), Angkatan Udara Mandala (AULA) dan Komando Pertahanan Udara Gabungan Mandala (Kohanudgabla). Sedangkan Kepolisian, pada saat pembentukan KOLA, belum termasuk angkatan bersenjata. Setiap komponen utama yang secara operasional berada dibawah Panglima Mandala, tetapi secara administrated langsung dibawah Panglima Angkata Masing-masing.
Unsur pimpinan KOLA antara lain Mayjen TNI Soeharto sebagai Panglima KOLA, Komodor Laut Soebono sebaai wakil Panglima I, Komodor Udara Leo Wattimena sebagai wakil Panglima II, Kolonel Achmad Tahir sebagai kepala Staf Umum dan Mayor CHKP Nasution, S.H. sebagai kepala Sekretariat. Selain itu, dalam operasionalnya panglima KOLA juga dibantu oleh para Panglima Komponen Utama dari masing-masing Angkatan.
Markas KOLA berkedudukan di Makasar, sedangkan Pos Komando Depan (Poskopan) bertempat di Ambon. Panglima KOLA di samping mengendalikan jalannya operasi dari Makasar, sering pula berada di daerah operasi bersama Komodor Udara Leo Wattimena. Kegiatan dalam rangka infiltrasi udara termasuk penerjunan pasukan bertolak dari Ambon tepatna di Pangkalan Udara Laha yang merupakan Pangkalan Udara Depan yaitu Pangkalan Udara Morotai, Amahai, Bulam Letfuan dan Langgur.
Berbagai persiapan operasi dilakukan termasuk persiapan komponen Angkatan Udara. Dalam persiapan tersebut, selain terdapat pesawat-pesawat pembon strategis (TU-16/KS), ada pula pesawat pemburu taktis (P-51 Mustang), pesawat pembom sedang dan ringan (II-28, B-25 dan B-26), pesawat transport (C-130 Hercules) dan pesawat SAR (C-47 Dakota). Oleh karena itu, Pangkalan-Pangkalan Udara depan dan unsure pasukan TNI Angkatan udara yaitu PGT juga harus dipersiapkan dengan baik.
Infiltrasi Udara dengan tujuan pengintaian maupun untuk penerjunan serta tembakan dari udara dilakukan dengan sangat hati-hati dan rahasia agar tidak terdeteksi olleh pihak Belanda.
Banyak peristiwa Heroik yang terjadi pada saat pelaksanan operasi.Salah satu peristiwa dari sekian banyak peristiwa tersebut adalah penerjunan PGT di Teminabuan,Irian Barat.
Penerjunan dilakukan pada tanggal 19 Mei 1962 sebanyak 81 orang diangkut pesawat C130 Hercules yang tinggal landas dari Pangkalan Udara Laha,Ambon,di pimpin oleh LMU I Soehadi.
Pesawat tinggal landas daru pangkalan Udara Laha, Ambon, pukul 01.00 WIT dini hari.Cuaca kurang bersahabat karena waktu itu sedang hujan sehingga situasi bertambah gelap. Pukul 02.30 WIT penerjunan dimulai. Satu persatu PGT melompat dari pesawat. Mereka tidak tahu bagaimana keadaan tempat untuk mendarat karena keadaan gelap.Sebaian dari mereka terkejut karena mereka mendarat di atas atap seng yang ternyata atap asrama tentara Belanda(KL), sehingga tentara Belanda yang masih lelap tidur tersentak bangun.Kedua belah pihak sama-sama terkejut. Suasana menjadi kacau, apalagi langsung terjadi kontak senjata. Meraka sama-sama panik. Karena terdadak dan tidak siap sehingga tentara Belanda terus mendesak, akhirnya mengundurkan diri ke kota kecil Teminabuan.
Menjelang pagi hari keadaan alam semakin terang, PGT yang terlibat pertempuran mengundurkan diri lalu masuk ke hutan untuk bergabung dengan induk pasukan. Pada pagi harinya, Ditemukan jenasah PGT yang gugur, yaitu KU II Alex Sangido dan KU II Wangko, sedangkan KU Liud baru diketahui tertangkap Belanda.
Sesuai perintah operasi, bahwa untuk berkumpul dengan mencari teman-teman di tandai dengan cara meniup peluit sejauh tidak diketaui musuh. Hari berikutnya, tanggal 20 Mei 1962, baru dapat berkumul sebanyak 40 orang. Diantara mereka terdapat LMU I Soehadi dan SMU Mengko.
Ternyata peristiwa penerjunan di Teminabuan telah menimbulkan pukulan pesikologis bagi Belanda. Belanda segera mengirimkan 2 Kompi Marinir yang didukung dengan 2 kapal perangnya, pesawat terbang Neptune, dan pesawat terbang Fire Fly langsung mengadakan serangan balas dan pembersihan melalui darat dan udara di daerah Wersar, Teminabuan, yang telah di duduki PGT.
Pada tanggal 21 Mei 1962, 50 orang anggota PGT berhasil berkumpul di kampung Wersar. Setelah berkumpul, SMU Mengko mengeluarkan bendera Merah Putih dari ranselnya dan memerintahkan salh satu anggotanya menebang pohon yang tingginya 4 meter. Tepat pukul 10.00 WIT, setelah mengikatkan bendera pada tiang tersebut, dengan disaksikan oleh anak buahnya SMU Mengko menancapkan bendera Merah Putih. Perisitwa ini tercatat dalam sejarah, Untuk pertama kalinya bendera Merah putih berkibar di dataratan Irian Barat. Merah Putih berkibar dengan megahnya di Teminabuan.
Setelah itu, mereka segera meninggalkan tempat tersebut agar tidak diketahui oleh musuh. Pada hari itu juga, mereka bertemu dengan seorang penduduk asli Irian Barat yang meminta agar pasukan jangan pergi dulu dari tempat itu karena Ibunya akan dating memberi pisang goreng. LMU Soehadi menjadi curiga terhadap gerak-gerik dan ucapan orang tersebut. Kecurigaannya terbukti ketika baru saja akan pergi, tiba-tiba dikejutkan oleh tembakan-tembakan dari pesawat terbang Neptune dan Firefly Belanda. Mereka segera masuk hutan untuk berlindung dari pandangan musuh.
Sampai tanggal 26 Mei 1962, mereka terus mendapat serangan-serangan baik dari udara maupun dari darat, sehingga para anggota PGT tercerai berai dan masuk hutan dalam kelompok-kelompok kecil. Pertempuran-pertempuran terus terjadi dengan kekuatan yang sangat tidak seimbang, sehingga posisi PGT semakin terjepit. Akhirnya mereka banyak yang gugur termasuk LMU I Soehadi, sedangkan yang terluka dan yang masih hidup ditangkap tentara Belanda dan ditawan. Selama dalam tahanan, mereka diperlakukan dengan kejam dan dipindah-pindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya. Mereka dipindahkan mulai dari penjara Teminabuan ke penjara Sorong lalu ke Penjara Pulau Wundi. Dipenjara Pulau Wundi inilah mereka bertemu dengan tawanan lain dari pasukan Banteng Raider, RPKAD, Brimob dan Sukarelawan yang menyusup ke Irian Barat melalui laut dan tertangkap Belanda. Mereka juga bertemu dengan beberapa orang PGT lainnya yang tertangkap sebelumnya.
Selain di Teminabuan, PGT juga diterjunkan didaerah-daerah lain, yaitu di Fak- Fak, Kaimana, Sorong, Klamono, dan Merauke. PGT yang ditejunkan di Fak-fak sebanyak 44 orang, Sorong sebanyak 80 orang, Klamono sebanyak 159 orang, dan Merauke sebanyak 132 orang. Dengan demikian, jumlah keseluruhan PGT yang diterjunkan (termasuk di Teminabuan) yaitu 532 orang.
Seperti halnya di Teminabuan, penerjunan di beberapa daerah tersebut juga mengalami nasib yang sama yaitu menghadapi medan yang berat, perbekelan terbatas, dan tekanan-tekanan dari pihak Belanda yang jumlahnya jauh lebih banyak.
Karena pertempuran-pertempuran yang terjadi kekuatannya sangat tidak seimbang, PGT akhirnya terdesak dan banyak yang gugur, termasuk LU I Manuhua di Klamono dan banyak juga yang tertangkap tentara Belanda dan ditawan.
Penerjunan PGT terus dilakukan sampai di Merauke. Penerjunan di Merauke dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 1962 sebanyak 132 orang dari Yon 2 dipimpin oleh Kapten Udara Radix Sudarsono. Mereka diangkut pesawat C-130 Hercules bertolak dari pangkalan Udara Laha, Ambon.
Setelah melakukan penerjunan, mereka terus terlibat dalam pertempuran-pertempuran dan terus mendapat serangan dari pesawat Neptune Belanda. Kapten Udara Radix Sudarsono beserta anggotanya yang masih hidup terus bergerak didaerah Klamono. Ternyata, setelah sampai di penampungan selama 1 minggu. Sedangkan, PGT dan pasukan dari satuan lain yang diterjunkan didaerah Sorong, saat itu masih banyak yang berada di hutan.
Kapten Udara Radix Sudarsono mendapat tugas dari PBB untuk ikut mencari anggota pasukan yang masih tersebar. Selain dari udara, diperkirakan ada pasukan yang menyusup dari jalur laut. Akhirnya dapat terkumpul satuan dari Kompi PG 300 dipimpin Peltu Nana, PG 400 dpimpin oleh Charles Papilaya, PG 500 dipimpin Komontoy dan pasukan Raider 700 Pattimura dpimpin Mayor Nussy.
Para gerilyawan yang berhasil dikumpulkan hingga tanggal 30 Agustus 1962 ditampung disebuah rumah pada KM 12 Klasaman, Sorong. Pada awalnya, penampungan ini mendapat kesulitan dari perwakilan PBB, karena pasukan PBB mendesak agar para gerilyawan Indonesia masuk hutan kembali. Ini karena baru tanggal 1 Oktober 1962 pasukan gerilya Indonesia termasuk PGT diizinkan masuk kota. Dalam perundingan akhirnya disetujui bahwa hanya 3 Perwira gerilya yang diiziinkan tinggal dikota. Sedangkan lainnya ditapung diluar kota tidak jauh dari penampungan tersebut.
Peristiwa penerjunan- penerjunan pasukan PGT termasuk dalam rangkaian infiltrasi melalui udara yang dilakukan secara bertahap dan berlanjut dengan berbagai jenis operasi. Jenis-jenis operasi yang dilakukan yatiu : “Operasi Banten Ketaton” tanggal 25 April 1962 yang terdiri dari “Banteng Putih I dan II”, serta “Banteng Merah I dan II”, “Operasi Garuda” tanggal 15 sampai dengan 25 Mei 1962 yang terdiri dari “Garuda Merah I dan II” serta “Garuda Putih I dan II”, “Operasi Serigala” tanggal 17 dan 19 Mei 1962, “Operasi Kancil” tanggal 17 Mei 1962, “Operasi Lumbung” tanggal 30 Juni 1962 dan “Operasi Jatayu” tanggal 13 Agustus 1962 yang terdiri dari Operasi “Elang”, “Gagak”, dan “Alap-alap”.
PGT dengan 532 orang yang tergabung dalam operasi-operasi tersebut, mempunyai peran yang sangat besar. Mereka bagaikan tidak mengenal lelah terus bergerak walaupun menghadapi keadaan cuaca, medan dan musuh (Cumemu) yang berat. Perjuangan yang didasari rasa tanpa pamrih dan semangat tinggi telah mereka buktikan, meskipun pada akhirnya banyak yang tertangkap dan gugur. Selama melaksanakan operasi, PGT yang tertawan berjumlah 73 orang dan yang gugur sebanyak 94 orang. Mereka gugur sebagai pahlawan Trikora dan sebagai Bunga Bangsa di Bumi Pertiwi.
Selama operasi militer sedang berlangsung, perundingan- perundingan terus dilakukan antara pemerintah RI dan pihak Belanda dibawah naungan PBB. Melalui perjuangan yang sangat alot, akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962 pukul 21.00 GMT dicapai suatu kesepakatan yang ditandai dengan penandatanganan persetujuan New York untuk menghentikan permusuhan antara kedua belah pihak.
Berdasarkan persetujuan New York, akhirnya semua prajurit APRI sebagai tawanan perang yang berada di penjara- penjara tentara Belanda dibebaskan dan dipulangkan ke Jakarta diangkut pesawat UNTEA. Sesampainya di Jakarta, prajurit PGT selanjutnya dikembalikan ke induk pasukan yaitu di Margahayu, Bandung.
sumber : Korpaskhas
( Operasi Trikora )
Cerita yang ini alat peraganya bisa pohon natal kecil, sedang dan besar. Bisa juga pakai anak-anak, kecil, sedang dan besar. Bisa juga diajak lomba dulu menghias pohon natal. Pohon natalnya anak-anak tadi: kecil, sedang dan besar. Hiasanya bisa pakai kertas krep, koran bekas, kapas, dll...Nanti yang paling bagus dapat hadiah kelompoknya. Nah habis main, dipakai cerita deh, dijadiin alat peraga. Ceritanya begini:
1. Ada 3 pohon Natal sedang dipajang di toko. Pohon-pohon itu mulai saling bertanya, kira-kira siapa yang paling berarti dan membuat Natal ini berkesan bagi banyak orang ya?
2. Pohon yang besar mulai menyombongkan diri: orang-orang pasti akan memilihku, karena aku paling besar dan orang banyak bisa berkeliling di sekitarku dan mengagumi aku.
3. Benar saja, pohon natal besar itupun dibeli (ambil anak yang besar dan letakkan di atas panggung) dan dipajang di tengah-tengah sebuah mall/pusat perbelanjaan. Wow, besar sekali. Semua orang yang lewat melihat dan kagum. Wow pohon natalnya keren. Tapi hampir tidak ada yang berhenti di dekat pohon itu dan mengaguminya lama-lama, mengapa? karena semua orang sedang sibuk berbelanja. Banyak diskon di toko-toko, jadi tidak sempat memandang pohon natal besar itu. Yah...sia-sia deh dia dipajang di tengah mall yang besar kalau dia tidak bisa memberi kesan dan arti bagi banyak orang di Natal ini.
4. Di toko tinggal ada pohon sedang dan kecil. Pohon yang sedang itu mulai berkata: hai pohon kecil, aku jamin orang pasti akan membeliku juga dan meletakkan aku di sebuah rumah yang besar atau kantor yang besar sehingga banyak orang juga yang akan mengagumi aku dan pastinya aku akan sangat berkesan bagi mereka.
5. Benar saja, pohon natal sedang itu pun dibeli (ambil anak sedang dan letakkan di panggung agak jauh dari anak besar). Wah...ternyata ia diletakkan di lobi sebuah kantor. Tapi sayang, orang yang lewat hanya memalingkan pandangannya sebentar pada pohon itu, lalu tak peduli...semua sibuk. Dan besoknya, kantor itu sepi karena libur Natal. Pohon natal sedang itupun sedih karena kehadirannya sia-sia.
6. Tinggal pohon natal kecil. Ia dibeli oleh seorang ayah yang sederhana. Pikir pohon itu, mana mungkin aku bisa berarti bagi banyak orang...kelihatannya bapak ini tidak punya keluarga...Tapi ternyata ia salah. Bapak itu membawa pohon natal kecil ke sebuah rumah kayu. DI rumah itu ada opa, oma, papa, mama, kakak, adik, bahkan ada juga om dan tante. Mereka telah berkumpul untuk merayakan natal. Pohon natal itupun di letakkan di tengah ruangan. Lalu pada malam natal semua orang dalam rumah itu berkumpul mengelilingi pohon natal kecil itu sambil menyanyi dan menyembah Tuhan. Semua tampak gembira.
7. Pohon Natal kecil jadi terharu, ia senang bisa hadir dalam keluarga sederhana ini. Ia senang telah memberi arti bagi keluarga ini. Meskipun keluarga ini sederhana, tapi kasih dan sukacita selalu ada di sana. Dan meskipun pohon natal itu kecil...ia bisa berarti bagi banyak orang dalam keluarga itu.
Pelajaran: Jangan pernah menganggap dirimu kecil dan tidak berarti. Taburkanlah kebaikan, kasih dan sukacita bagi orang-orang di sekitarmu, niscaya kehadiranmu memberi arti bagi banyak orang. Terutama bagi yang menderita, yang sedih, yang butuh kasih. Kalau kamu anak-anak, kamu bisa melakukannya untuk orang tuamu. Kalau engkau orang tua, engkau bisa melakukannya untuk orang tuamu dan anak-anakmu. Kalau kamu teman, lakukanlah buat sahabatmu. Tetaplah peduli pada orang lain...dengan apa yang kamu bisa! SELAMAT MENYAMBUT NATAL
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Helmi Fauzy mengatakan pemerintah sudah tidak bisa lagi ragu-ragu dalam mengatasi apapun gerakan yang mengarah pada kemerdekaan Papua. Karena keberadaan Papua sebagai wilayah sah dari Republik Indonesia tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Dunia internasional juga secara terbuka mengakui legalitas dan kedaulatan Indonesia di Papua. Tetapi gerakan Papua merdeka di satu sisi juga semakin menguat, baik domestik maupun yang dialkukan oleh kelompok diaspora melalui advokasi di dunia internasional.
“Jadi pemerintah tidak bisa lagi ragu-ragu, harus tegas. Usaha yang dilakukan peemrintah Indonesia selama ini belum komprehensif,” kata Helmi saat dihubungi Republika, Senin (1/7/2013).
Langkah yang lebih komprehensif bisa dimulai melalui upaya diplomasi yang lebih pro aktif untuk mersepon gerakan yang dilakukan kelompok pro Papua merdeka di luar negeri.
Pemerintah tidak bisa lagi memandang enteng pergerakan yang dilakukan kelompok tersebut yang cenderung selalu hadir di setiap event internasional. Sehingga usaha mereka menunjukkan masih eksisnya gerakan Papua merdeka semakin menguat di level internasional.
Kemudian, lanjut Helmi, untuk memperkuat posisi pemerintah secara domesti di Papua, harus dilakukan evaluasi terhadap operasi yang selama ini dilakukan. Karena eksistensi gerakan Papua merdeka tidak hanya menimbulkan gangguan keamanan. Tetapi juga menelan korban jiwa yang tidak sedikit.
“Apakah yang selama ini dilakukan Polri cukup berhasil. Kalau tidak, turunkan TNI dan mempercepat alutsista TNI,” ujarnya.
Pendekatan ekonomi dan kesejahteraan, serta kultural juga harus ditingkatkan pemerintah. Untuk merancang sebuah kebijakan yang tepat dan kembali memenangkan hati rakyat Papua.
Direktur Imparsial, Poengky Indarti mengatakan pemerintah harusnya serius menyembuhkan luka hati orang Papua. Dengan menghentikan pendekatan kekerasan dan mengedepankan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Papua.
“Selama ini kan yang terjadi justru kekerasan maish langgeng dan pembangunan masih top down. Sehingga orang Papua masih merasa dizalimi,” ujarnya.
Karena itu, pendekatan yang dilakukan pemerintah harus diubah. Menjadi pendekatan yang mengedepankan dialog damai. Sehingga kepercayaan masyarakat Papua pulih kembali kepada pemerintah Indonesia
Orang papua minta ruangan utk berdialog, malah dikirm pasukan ke tanah papua. Semuanya ini akan menjdi kekerasan yg berkepanjgan, krn yg tau obanya itu hanya pada org papua itu sediri...
Seorag pasien sedang sakit malaria. Ketika pasien itu ke rumah sakit, dan dokter tanya sama pasien ini, kamu sakit apa. Pasien itu jawab, saya sakit malaria dok!!
Degan ketidak tahuan dokter itu, maka dia memberikan obat yg tdak tepat sma pasien itu, maka pasien itu berlarut2 mengalami kesakitan yg sgat lama.
Pasien itu minta obat malaria, malah dokter itu kase obat paracitamol.
Intinya; paracitamol diberikan untk penurunan panas, tetpi bibit2 penyakit malaria masih hidup dan tdak bisa hilang. Seandainya dokter itu kase obat malaria maka segalah bibit2 penyakit yg ada di dalm tubuhnya pasti mati atau hilang, karna tepat sekali obat malaria dgan penyakitnya.
Degan ketidak tahuan pemerintah pusat yg akhir2 ini tdak paham benar2 akar permasalhan di bumi papua, maka pamerintah pusat akan seprti si dokter tadi tu !!
Tetapi jika akar permaslhan ini seprti penyakit maria, dan dibasmikan degan obat malaria sdh tentunya masalh di papua cepat selesai. Krna obatnya tepat sekali...
yaitu; Buka ruang dialog yg bermartabat, kenapa di Aceh sama timor leste bisa, sedangkan di papua tdak bisa. Pemerintah pusat tdak boleh berlebihan ketakutan terhdap permintahan org papua.
Aku bukan jawaban bagi setiap masalah, aku hanya sebagian kecil dari perkara hidup...
Aku bukan pesimis tapi aku pribadi yang Optimisme,..
Aku adalah pejuang diriku sendiri dan sesama anak bangsa"mungkin",...
aku tahu tanpa aku dunia pun tak mungkin tercipta bahkan tanpa dunia
aku tak mungkin ada,.tapi satu hal yang penting bahwa aku mencintai hidupku apa adanya,
aku hanya berusaha hidup untuk berkenan dan bermakna bagi Tuhan, Alam dan sesama..
Jika aku tak ada kelak nanti aku berharap dunia bisa bercerita kepada kehidupan ini bahwa
aku pernah membuat dunia tersenyum,.
==========MAKSUD===========
II. Membagi Cerita Dan Informasi Yang Terjadi Di Setiap Kabupaten di Tanah Papua.
III. Mengikat Semangat Tali Persaudaraan Serta Kebersamaan Dengan berbagi Fenomena Dan Dinamika Atau Problem Di Bumi Cendrawasih.