isi blog

chados sangkek. Diberdayakan oleh Blogger.

Lencana Facebook

SISTEM PERKAWINAN DAN PEMBAGIAN HARTA

Diposting oleh CHADOS-SANGKEK On 20.54.00

A. PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa dan adat istiadat. Itu sebabnya Indonesia kaya sekali dengan budaya. Provinsi Papua sendiri memiliki lebih dari 250 suku, budaya dan bahasa. Selain itu, masyarakat Papua juga terbagi dalam dua kelompok masyarakat. Pertama disebut kelompok masyarakat pegunungan Papua; Ini menunjuk kepada orang-orang Papua yang tinggal di daerah-daerah pegunungan di Papua seperti di Timika, Jayawijaya, Puncak Jaya, Lani Jaya, Tolikara, Mulia, Nabire, dan daerah pegunungan Papua lainnya. Kedua, disebut kelompok masyarakat pantai. Ini menunjuk kepada orang-orang Papua yang tinggal di wilayah dataran rendah yang dekat pantai atau danau. Mereka yang di sebut kelompok orang pantai adalah orang Biak, Serui, Jayapura, Sorong, Manokwari, Sarmi, Kerom, dan lainnya.

B. GARIS BESAR SISTEM PEMBAYARAN DAN PEMBAGIAN MAS-KAWIN DI PAPUA
 Berbicara mengenai sistem pembayaran dan pembagian mas kawin di Papua sangat berbeda. Baik antara orang gunung maupun orang pantai. Demikian juga ada perbedaan pembayaran di kalangan suku-suku yang disebut orang pantai gunung maupun orang pantai di Papua. Berikut di sajikan tentang beberapa gambaran pembayaran dan pembagian mas kawin suku-suku yang ada di Papua.

1. Sistem pembayaran dan pembagian mas-kawin suku Sorong
Misalnya: di Kabupaten Sorong, pembayaran maskawin di sesuaikan dengan tingkat pendidikan dari anak perempuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak gadisnya maka akan semakin mahal juga biaya pembayaran mas kawinnya. Selain itu ada, ada benda-benda seperti kain Timur (kain tenun asli buatan orang Timor-Timur) dan benda-benda lainnya.

2. Sistem pembayaran dan pembagian mas-kawin suku Serui Waropen
Di kabupaten Serui ada Menurut pedaan pembayaran mas kawin antara suku Serui Randawaya dan Serui Waropen. Penjelasan berikut dari Ibu Lana Gandeguay tentang sistem perkawinan di daerah Serui Waropen, bahwa jumlah maskawin disesuaikan dengan permintaan dan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar pihak perempuan. Pembayaran mas kawin berupa gelang batu yang disebut “paseda”; piring gantung asli yang dengan tanda ada bunyi, jika diisi makanan di dalamnya tidak akan basi; membawa hewan berupa babi. Gelang batu biasa diberikan atau di terima oleh kepala suku dari pihak perempuan, sedangkan piring gantung dan piring batu berwarna putih dibagikan kepada seluruh keluarga dari Ayah dan Ibu si gadis. Sebelum pembayaran maskawin, terlebih dahulu dimulai dengan acara peminangan sang gadis berupa pembayaran uang pintu dan uang susu. Uang pintu adalah diberikan kepada keluarga yang membuka pintu saat pihak laki-laki datang kerumah untuk meminang anak perempuan. Sedangkan uang susu adalah uang yang diberikan kepada ibu dari gadis tersebut sebagai tanda pernghargaan dan ucapan terima kasih karena sudah membesarkan anak gadisnya dengan baik hingga akan di minang serta di peristri oleh sang lelaki pujaannya.
3. Sistem pembayaran dan pembagian mas-kawin suku Biak
 Dalam suku Biak pembayaran maskawin biasanya berupa gelang dan sejumlah piring batu warna putih ukuran piring makan. Jumlah disesuaikan dengan permintaan dari keluarga pihak perempuan. Jumlah tersebut disesuaikan dengan jumlah keluarga yang layak menerima.
4. Sistem pembayaran dan pembagian mas-kawin suku Lani di Wamena
Dalam suku-suku pedalaman, pembayaran mas kawin biasa dengan memberikan beberapa ekor babi, sesuai dengan kemampuan pihak laki-laki. Menurut Semuel Yanengga, di daerah pedalaman sendiri memiliki berbagai perbdedaan cara pembayaran dan pembagian maskawin. Misalnya antara Wamena Kota berbeda dengan daerah Kurima, daerah Kurima berbeda dengan daerah Lani dan sebagainya.
Pada jaman dulu sebelum pembayaran maskawin di pengaruh oleh masuk gereja, pembayaran maskawin dengan 20 – 30 ekor babi, tidak pakai uang hanya di tambah dengan alat-alat masak dan perkakas rumah tangga seperti parang, kapak dan lainnya.
 
Masa pertunangan biasa di tandai dengan makan bersama dalam acara “barapen”. Barapen biasa di sebut juga dengan istilah bakar batu. Proses barapen, yaitu batu dibakar hingga panas, kemudian lubang digali, dialas dengan daun pisang, lalu dimasukan sayur-sayuran (daun singkong, kangkung, daun ubi jalar, daun pakis, buah singkong, ubi jalar, dan di taruh daging babi yang yang sudah dipotong-potong dan diletahkan di atas sayur-sayuran dan ubi-ubian tadi, lalu ditutupi lagi dengan daun pisang Setelah itu, batu yang dibakar tadi di taruh di atas makanan yang tadi dialas dan terakhir ditutupi dengan daun pisang tersebut. Bara batu yang dibakar itu diletakan di atas di sekelilingnya. Proses matangnya/masaknya terjadi akibat panas dari bara batu tersebut. Setelah beberapa jam kemudian, seluruh makanan tersebut sudah matang dan siap di sajikan untuk di santap. Dalam proses pertunangan ini merupakan tahap perkenalan dan silatuhrahmi antara pihak keluarga perempuan dan laki-laki. Biasa dalam acara pertunangan ini pihak perempuan dan laki masing-masing menyumbang babi satu ekor untuk acara barapen. Sambil acara makan barapen berlangsung, wakil pihak perempuan akan berdiri dan menyampaikan informasi kepada pihak laki-laki tentang kesediaan dan permintaan jumlah mas kawin yang harus dibayar kepada pihak perempuan. Setelah itu, wakil pihak laki-laki akan berdiri dan menanggapi permohonan pihak perempuan dengan jawaban kesanggupan dan kesediaan membayaran serta waktu pembayaran ditentukan. Kadang-kadang dalam acara ini apabila pihak laki bisa langsung membayar sesuai dengan permintaan pihak perempuan, maka hari itu juga langsung di bayar mas kawinnya. Jika tidak, pihak laki-laki akan menentukan waktu untuk pembayaran mas kawin tersebut.
 
Harta yang harus dibayarkan adalah dengan memberikan babi kepada pihak keluarga perempuan. Sebelum adanya keterlibatan gereja dalam mengatur banyak atau besarnya jumlah yang harus dibayarkan kepada pihak perempuan, pembayaran mas kawin dengan 20 – 30 ekor babi. Tetapi setelah gereja turut memberi pengaruh maka pembayaran maw kawin turun menjadi hanya dengan 6 ekor babi saja. Dengan pembagian, 1 ekor sebagai persembahan untuk gereja dimana kedua pihak ini bergereja. 5 ekor babi lainnya diatur oleh orang tua perempuan dengan pembagian: 3 ekor untuk pihak ayah perempuan yaitu untuk keluarga kakak-kakan ayahnya (bapak tua) dan adik-adik ayahnya (bapak ade) serta saudara perempuan ayahnya (tante-tantenya); 2 ekor babi lainnya untuk keluarga dari pihak ibu perempuan (paman-pamannya di papua disebut “om”nya anak perempuan).
5. Sistem pembayaran dan pembagian mas-kawin Suku di sekitar Kabupaten Jayapura
Dalam suku-suku yang terdapat di sekitar kabupaten Jayapura pembayaran mas kawin menggunakan apa yang disebut manik-manik dan tomako batu. Berapa banyak jumlah yang harus diberikan kepada keluarga pihak perempuan di sesuaikan dengan banyaknya jumlah keluarga pihak perempuan yang pantas mereka terima sesuai dengan tingkat status dalam keluarga.

C. SISTEM PEMBAYARAN DAN PEMBAGIAN MAS KAWIN SUKU SENTANI
KABUPATEN JAYAPURA

1. Asal-Usul Kata Sentani
Asal kata “Sentani” masih simpang siur. Namun demikian, ada tiga versi pengertian yang penulis sempat dengar yaitu: pertama, Sentani asal katanya dari “Sen” dan “Tani”. Sen berarti uang atau harta, tani berarti kekayaan. Sentani artinya harta kekayaan. Versi kedua, kata Sentani asal katanya dari bahasa Sentani yaitu “nendane” artinya “disini”. Kenapa kata “nendane” berubah jadi Sentani? Itu akibat dari orang luar yang datang ke Sentani sejak awal, mengalami kesulitan dalam menyebut kata “nendane”. Mereka biasa menyebut kata “nendane” dengan “Sentani”. Versi ketiga, arti kata Sentani adalah “Sen” artinya “Sendiri”, “Tan” artinya “Tanpa” dan “i” artinya “Ibu”. Jadi versi ketiga , Sentani adalah “Sendiri Tanpa Ibu”. Saya berpikir masing-masing memiliki historis dan filosofi sendiri. Itu sebabnya sampai saat ini di sebut Sentani (Pilipus Kopeuw, 9 Maret 2001). Sentani terbagi menjadi tiga wilayah besar yaitu: Sentani Timur, Sentani Tengah dan Sentani Barat. Sentani Timur terdiri dari tujuh kampung yakni: kampung Puay, Yoka, Waena, Ayapo, Asei, Harapan dan kampung Netar. Sentani Tengah terdiri dari tigabelas kampung yakni: Ifar Besar, Ifale, Hobong, Yobe, Sereh, Yahim, Yoboi, Putali, Atamali, Abar, Khameyakha, Simporo dan kampung Babrongko. Sedangkan Sentani Barat terdiri dari enam kampung yakni: kampung Kwadewar, Dondai, Doyo Lama, Doyo Baru, Sosiri dan kampung Yakonde. Mereka ini disebut juga dengan masyarakat Sentani (phuyaka).
 
Sebagai masyarakat yang hidup dalam satu solidaritas sub-etnis dan sub-kultur Puyakha, memiliki sentimen kelompok (Puyakha khena – Puyakha eare). Sebagai satu kelompok masyarakat, kita menganut dan mempraktekkan keharusan principle of reciprocity atau prinsip timbal balik (Yei – wahei) dan menganut prinsip gotong-royong dalam konteks tolong-menolong (rikei-hakhoi). (Pilipus Kopeuw, 6 Oktober 2008)
2. Sistem Pemerintahan Adat dan Hubungannya dengan Mas Kawin

Dalam sistem pemerintahan adat suku Sentani, terdapat strata adat dalam setiap kepemimpinan kampung dari tingkat Ondoafolo atau Ondoafi, Kose dan Akhona. Satu Ondofolo mempunyai lima kepada suku (Kose). Setiap Kose mempunyai lima kepala keret yang disebut “Akhona”. Selain itu, pada tingkat Ondofolo dan Kose masing-masing memiliki penasehat khusus yang disebut dengan “Abhu Afha”. Tugas Abhu Afha ini adalah menjaga dan memberikan nasehat dan arahan kepada Ondofolo atau Kose dalam menjalankan pemerintahan adat yang di pimpinnya. Ondofolo dan Kose mempunyai hak tertentu dalam menerima pembagian mas kawin maupun dalam pembayaran mas kawin. Hak-hak dan kewajiban-kewajibannya juga cukup besar dan istimewa.
3. Sistem Pembagian dan Pembayaran Mas Kawin Suku Sentani
 
Budaya pembayaran dan pembagian mas kawin dalam suku Sentani menggunakan manik-manik dan tomako batu yang digunakan sebagai alat pembayaran (Pilipus Kopeuw, 17 Oktober 2008). Bentuknya dapat di lihat pada photo-photo yang di tampilkan pada bagian pembayaran kepala point D.
a). Tahap Pertunangan dan Peminangan
Kalau ada sepasang pemuda-pemudi yang sudah siap dan sepakat mau menikah, secara adat harus diminang dulu oleh pihak pemuda. Pihak pemuda dan keluarganya harus datang ke rumah orang tua pemudi untuk meminangnya. Sebelum kedatangan pihak laki-laki ke rumah orang tua pihak pemudi, pihak pemudi dan keluarganya harus menyiapkan segala sesuatu untuk acara pertemuan untuk pertunangan atau peminangan tersebut. Makanan-makanan yang bisa secara tradisi disiapkan yaitu makanan & minuman, sirih, pinang dan kapur, dan lain-lain. Tahap ini pihak orang tua dan keluarga pemuda belum memberikan pembayaran apa-apa kepada pihak orang tua pemudi dan keluarganya. Ini baru pada tahap pertunangan atau peminangan. Tidak menutup kemungkinan untuk acara pertunangan ini langsung dilanjutkan dengan acara pernikahan, apabila semua telah di setting dengan baik. Ini khusus dilaksanakan pada era modern ini. Cara ini pernah dilakukan oleh Gubernur Papua Bapak Barnabas Suebu, SH, ketika menikahkan anak laki-lakinya dengan seorang gadis asal kampung Putali.
 
Setiap masyarakat suku Sentani memiliki pesuruh atau “Abhu Akho”. Dalam prosesi pertunangan atau peminangan atau acara apapun dalam salah satu keluarga biasanya Abhu Akho yang menangani sebagai mediator mapun sebagai juru bicara keluarga. Demikian halnya dalam acara pertunangan atau peminangan ini. Ketika pihak orang tua dan keluarga pihak pemuda datang untuk meminang, Abhu Akho ini yang akan menjadi juru bicara mewakili keluarga. Demikian juga, pihak keluarga pemudi juga memiliki Abhu Akho sendiri yang kemudian akan mewakili keluarga pihak pemudi sebagai juru bicara.
 b). Penentuan Waktu Pembayaran Mas Kawin
Setelah pinangannya diterima pihak keluarga pemudi, maka ditentukan langkah selanjutnya yaitu menentukan waktu pelaksanaan pembayaran mas kawin. Untuk penentuan waktu pembayaran mas kawin ini ditentukan oleh pihak pemuda.
c). Kewajiban Pihak Orang Tua dan Keluarga Pemudi kepada pihak Pemuda
Sebelum sampai pada tahapan pembayaran mas kawin dilaksanakan, ada kewajiban pihak orang tua dan keluarga pemudi yang harus di penuhi kepada pihak orang tua dan keluarga pihak pemuda. Kewajiban tersebut adalah keluarga pemudi terlebih dahulu harus mengantarkan makanan kepada pihak pemuda. Makanan yang diantarkan itu berupa babi beberapa ekor, daging ayam, daging ikan, beras beberapa karung, sagu beberapa karung (tumang/bai/wa), pisang beberapa tandang, gula, teh, kopi, susu dalam jumlah tertentu. Semua barang ini untuk berapa jumlah banyaknya tidak ada ketentuan yang baku.
Semua jenis barang atau makanan yang dibawah oleh pihak keluarga pemudi kepada pihak keluarga pemuda, kemudian akan didistribusikan kepada seluruh keluarga pihak pemuda yang berhak menerima. Mereka yang menerima barang atau makanan dalam bentuk bahan mentah atau jadi, mereka itulah yang nanti akan memiliki kewajiban untuk bersama membayar mas kawin kepada pihak keluarga pemudi pada waktu yang sudah di sepakati.
d). Tahap Persiapan Pihak Keluarga Pemuda Pra- Pembayaran
setelah pihak keluarga pemudi mengantarkan makanan dalam bentuk bahan mentah ataupun bahan jadi kepada keluarga pihak pemuda, maka persiapan-persiapan dilakukan. Sebelum hari pelaksanaan pembayaran (pra-pembanyaran) seluruh keluarga pihak pemuda akan berkumpul di rumah kepala sukunya (Kose). Tujuan kumpul pada tahap pra pembayaran mas kawin adalah untuk mengadakan pengecekan tentang sejauhmana persiapan manik-manik(haye, hawa, nokhom, hemboni) dan tomako batu (rela, heva, mefoli) mereka untuk melaksanakan pembayaran mas kawin kepada pihak keluarga pemudi.
Pada tahap pra-pembayaran ini, keluarga pihak pemudi juga menyediakan makanan dan minuman untuk keluarga pihak pemuda yang sedang kumpul untuk mengadakan pengecekan tentang persiapan mereka sebelum hari pelaksanaan pembayaran mas kawin.
Pada tahap pra-pembayaran ini, pesuruh dan keluarga pihak pemudi juga hadir untuk melihat sekaligus memberi penilaian tentang kualitas dan kelayakan atau kecocokan mereka terhadap jenis dan nilai dari masing-masing manik-manik dan tomako batu. Prosesi pelaksanaan pra pembayaran ini biasa dibuat lingkaran atau persegi yang kemudian di tengah-tengah mereka di atas tanah di alas karung atau papan atau triplex sebagai tempat untuk meletakan manik-manik dan tomako batu. (dapat dilihat pada gambar 1, 2, 3). Setelah semua pengecekan sudah dilakukan, sekaligus mendapat koreksi dari pihak keluarga pemudi tentang kualitas manik-manik dan tomako batu. Biasanya ada yang kualitasnya tidak bagus sehingga perlu dicarikan penggantinya yang lebih baik sesuai dengan permintaan pihak keluarga pemudi. Setelah semuanya proses pra –pembayaran mas kawin ini selesai, selanjutnya pembahasan teknis untuk pada hari pelaksanaannya.
e). Tahap Pembayaran dan Pembagian Mas Kawin
Hari yang sudah ditentukan maka pihak laki-laki datang ke pihak perempuan untuk membayar mas kawin. Pembagian mas kawin ini hanya kepada keluarga Ayah dari pemudi saja dan tidak kepada keluarga Ibu dari pemudi ini. Keluarga Ibu pemudi ini hanya berhak menerima harta pembayaran kepala. Jenis pembayaran mas kawinnya antara lain:
• Yakha ha terdiri dari satu hawa + 5 haye sebanyak 10 pasang; yang berhak menerima harta ini adalah Kepala Suku (Kose) dari pemudi, dan beberapa kepada suku yang termasuk dalam jaringan kerjasama mereka dalam sistem pembayaran dan pembagian harta mas kawin ini.
• Yakha ukhelau terdiri dari 10 hawa, 1 mefoli + 1 hawa sebanyak 10 pasang; diberikan kepada keluarga (family-kerabat) pemudi yang berstatus “yang di tua-kan” dalam keluarga mereka masing-masing. Jumlahnya 10 orang.
• Yakha mefoli; diberikan kepada salah satu kepala keret (Akhona) dari kerabat keluarga pihak pemudi.
• Rojeng; dan pembayaran dalam rumah atau disebut imae ei. Pembayaran “Rojeng” adalah pembayaran kepada masing-masing kepala keret (Akhona) dengan keluarganya. Biasanya rojeng sesuai dengan jumlah Akhona yaitu lima orang saja. Pihak pemuda juga punya Akhona sebanyak lima juga, sehingga tinggal di bagi pasangannya saja.
• Jika proses pembayaran telah selesai dilaksanakan maka mereka akan menyanyikan sebuah syair yang di sebut dengan istilah “MANDU”. Mandu merupakan tanda bahwa sudah lunas, atau sudah tuntas, atau sudah selesai.
Setelah selesai proses pembayaran mas kawin ini, pihak perempuan sudah menyediakan makanan untuk pihak laki-laki untuk disuguhkan selama kegiatan pembayaran mas kawin berlangsung. Setelah pembayaran mas kawin selesai, pihak laki-laki dan keluarganya yang pulang masih diberikan lagi makanan jadi ataupun mentah dalam bentuk paket. Biasa di isi dalam anyaman daun kelapa (dalam bahasa Sentani disebut “Olong”), kalau tidak ada olong biasa diisi di dalam kantong plastik (kresek).

D. KAITAN PEMBAYARAN DAN PEMBAGIAN MAS KAWIN DENGAN PEMBAYARAN KEPALA DI SUKU SENTANI
Pada saat pembayaran mas kawin di suku Sentani yang menerima harta maskawin hanyalah pihak ayah dari anak pemudi tersebut. Pihak keluarga dari ibu si anak pemudi ini tidak mendapat bagian harta dalam pembayaran mas kawin. Namun demikian, jika ibunya atau anak perempuannya meninggal dunia maka keluarga dari pihak ibu akan menerima pembayaran yang disebut ’pembayaran kepala (yung rela).
Di dalam budaya suku Sentani saja yang ada budaya yang disebut ‘pembayaran harta kepala’. Pembayaran kepala adalah pembayaran yang dilakukan pihak keluarga ayah terhadap pihak keluarga ibu, apabila ada salah satu anaknya yang meninggal dunia. Contoh sebagai berikut; si L menikah dengan si P dan punya anak A, B, C. Suatu saat salah satu anaknya yaitu si B meninggal dunia. Pada saat berduka ini keluarga pihak P yakni: kepala adatnya (dalam bahasa Sentani disebut ondofolo/Ondoafi), kepala sukunya (dalam bahasa Sentani di sebut “kose”), paman-pamannya (dalam bahasa sentani disebut “ahamo”) dan anak-anak laki-laki dari pamannya (dalam bahasa sentani di sebut “Royau”) akan lebih dominan dalam menjamin keluarga selama masa duka. Biasanya mereka akan membawa makanan baik sebagai sumbangan sukarela maupun makanan yang berkaitan dengan hak-haknya yang akan diterima saat pembayaran kepala.
Makanan yang biasa di bawah oleh pihak P tidak beda jauh dengan makanan yang biasa dibawa pada saat pembayaran mas kawin. Kalau Ondoafi dan Kose harus membawa babi masing-masing satu ekor ditambah beras, pisang, sagu, umbi-umbian, gula, teh, susu, roti, dan sebagainya.
Barang-barang yang dibawah oleh pihak P ini kepada pihak L kemudian akan dibagikan oleh pesuruh/pembantu khusus dalam suatu suku (dalam bahasa Sentani disebut“abhu akho”) kepada seluruh keluarga P yang berhak menerimanya.
Berikut dibawah ini ada beberapa gambar photo mengenai manik-manik,
Gambar 1. Manik-Manik dan Tomako batu Sebagai Alat Pembayara Mas Kawin dan Harta Kepala
Gambar 2. Suasana saat proses pembayaran kepala Alm. Yehuda Kopeuw tgl 19 Juli 2009
Gambar 3. Penyerahan simbolis harta pembayaran harta kepala kepada ibu Ondofolo dan keluarganya
E. TINJAUAN EKONOMIS SISTEM PEMBAYARAN MAS KAWIN SUKU SENTANI
Saya lahir sebagai anak sentani asli. Sejak kecil saya sudah melihat perjuangan orang Sentani dalam menjalankan tradisi budayanya. Yang akan saya bicarakan disini adalah tradisi bayar-membayar dalam adat sentani. Tradisi itu adalah tradisi membayar mas kawin, dan tradisi membayar kepala jika ada orang yang meninggal dunia. Bagi orang sentani, budaya ini adalah jati diri mereka. Jika menghapus budaya ini, katanya itu sama saja dengan menghapus Sentani dari muka bumi ini. Padahal, budayanya bisa di hapus tapi eksistensinya tetap ada. Alasan-alasan ini dulunya saya bisa menerima. Namun lama-kelamaan saya mulai menimbulkan pertanyaan seperti ini yaitu “Adakah nilai ekonomis dari implementasi budaya Sentani ini?” untuk dapat menjawab pertanyaan ini, perlu lebih dahulu kita mengetahui bagaimana implementasi atau bentuk budaya bayar membayar ini dalam suku atau masyarakat Sentani.
 
Dari uraian singkat tentang proses pembayaran mas kawin di atas, coba di analisis dari segi ekonomis, pihak siapa yang lebih rugi, apakah bagi pihak perempuan mendapat untung? Dalam budaya manapun, biasanya pihak perempuan dan keluarganya yang mendapatkan mas kawin. Dan itu menguntung di pihak perempuan dan keluarganya. Bagaimana dengan tradisi pembayaran mas kawin di atas? Menurut saya dari pengeluaran pihak perempuan yang banyak untuk pihak laki-laki, jelas tidak memberi untung sama sekali. Kelihatannya mereka di bayar mas kawinnya dengan menerima manik-manik dan tomako batu. Tetapi coba dipikirkan berapa banyak biaya yang dikeluarkan oleh pihak perempuan untuk membeli babi, beras, pisang, gula teh, kopi, roti, susu, transport dan lain sebagainya, ujung-ujungnya hanya terima benda-benda mati yang tidak bisa menggantikan pengeluaran mereka semua.
 
Budaya ini harus dirombak karena tidak ekonomis. Pihak perempuan yang harus menerima dan menikmati harta mas kawin jangan dibuat susah lagi. Pihak perempuan harus merasa bahagia dengan menerima mas kawin. Orang tua yang membesarkan anak perempuannya harus mendapat penghormatan dari pihak laki-laki yang akan memperistrinya sebagai sebuah bentuk tanggung jawabnya. Dengan demikian, budaya antar makanan dan pembayaran dengan manik-manik dan tomako batu harus di modifikasi dalam bentuk uang agar lebih ekonomis dan berguna serta tidak berkepanjangan prosesnya.
Jika ada orang sentani meninggal, pasti ada pembayaran kepala. Biasanya yang menerima pembayaran 

kepala adalah pihak pamannya dari keluarga yang meninggal. Untuk menerima pembayaran kepala, keluarga pamannya harus mengantarkan makanan. Model dan caranya hampir sama dengan proses pembayaran mas kawin di atas. Lucunya lagi, mereka baru kehilangan orang mereka sayangi, dibebani lagi harus membayar kepala kepada pihak paman-pamannya. Budaya ini tidak ekonomis sama sekali. Karena tidak ada untung membuang-buang biaya lagi untuk orang yang sudah mati maupun kepada paman-paman yang tidak menjaga atau menghidupinya. Selama hidupnya dia berjuang sendiri dengan keluarga hingga titik darah penghabisannya. Sudah mati pun keluarga pamannya masih datang menuntut untuk membayar harta kepalanya.
 
Saya merasa tidak diuntungkan dengan pembayaran kepala. Lebih baik oleh dewan adat sentani hal ini di seminarkan dan diputus untuk di tiadakan dari dalam budaya Sentani di era modern ini. Biarkanlah budaya ini tercatat dalam sejarah saja. Biarlah itu menjadi pelajaran bagi anak-cucu sentani ke depan.
 
F. PERBEDAAN PEMBAYARAN DAN PEMBAGIAN MAS KAWIN SUKU SENTANI DAN SUKU-SUKU LAINNYA DI PAPUA
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpilkan tentang perbedaan dan persamaan dari sistem pembayaran dan pembagian mas kawin dari beberapa suku di Papua secara umum dengan suku Sentani.
Perbedaannya dari segi ekonomis, suku lain di Papua pihak keluarga pemudi tidak dirugikan tetapi mendapat untung dalam sistem pembayaran mas kawin. Kalau suku Sentani justru pihak keluarga pemudi tidak mendapatkan untung sama sekali. Hanya mendapatkan penghargaan dan rasa nilai tinggi dalam adat. Kalau suku lain di Papua dalam pembagian harta pihak keluarga dari Ibu si pemudi juga mendapatkan bagian dalam pembayaran harta mas kawin tersebut. Sedangkan di suku Sentani pihak keluarga Ibu dari pemudi tidak mendapatkan bagian dari pembayaran mas kawin tersebut. Perbedaan lainnya pada alat pembayaran mas kawin, ada yang dengan beberapa ekor babi, ada yang dengan piring batu ada yang dengan kain timor dan ada yang dengan manik-manik dan tomako batu.

0 Response to "SISTEM PERKAWINAN DAN PEMBAGIAN HARTA"

Posting Komentar

KO TITIP PESAN DI SINI

kawanku Terima kasih telah mengunjungi alamat apa kabar papua!

Lencana Facebook

Followers

Blog Archive

Blog Archive

Category

Lencana Facebook

Cs utbir

APA PILIHAMU TENGTAN BLOG INI

flagcounter

free counters

Cari Blog Ini

coba

Calendar




SMS GRATIS

Download

hit counter

Total Tayangan